Analis Beberkan Dampak Negatif Atas Larangan Expo CPO dan Minyak Goreng

Analis Beberkan Dampak Negatif Atas Larangan Expo CPO dan Minyak Goreng

ramlihamdani.id, JAKARTA – Jelaskan bahwa perusahaan minyak atau Crude Palm Oil (CPO) adalah organisasi non-profit, non-partisan, non-partisan, non-partisan, non-partisan, non-partisan.

Selain itu, pembuatja makro ekonomi Indonesia terancam karena penurunan devisa ekhing sehingga bisa menjadi faktor yang menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Namun, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, semester ini sudah mengenalkan CPO. Karena kebijakan tersebut lebih banyak membawa dampak negatif, alih-alih bisa menjadi pengendali strategi harga minyak goreng.

Baca juga: Analisis: Kenaikan Harga CPO Momentum Tepat Perusahaan Sawit Melantai di Bursa

“Kelebihan pasokan minyak sawit yang selama ini terserap di pasar espor tidak mungkin bisa dirancang oleh pasta domestik. Segera cabut larangan tersebut, bila perlu pekan ini,” kata Bima, Jumat (13/5).

Salah satu dampak nyata dari kebijakan larangan ekspor tersebut adalah penurunan harga TBS (tanda buah segar) kelapa sawit. Rendahnya penyerapan CPO akibat larangan ekpor membuat harga TBS tertekan.

Baca juga: Kenaikan Harga CPO, Dongkrak Pendapatan Eagle High Plantations Jadi Rp 2,9 Triliun

Bahkan, sejumlah pabrik kelapa sawit dalam waktu dekat akan sulit menerima TBS dari petani karena tanki-tanki penyimpanan CPO yang mulai penuh.

Dari pantauan di lapangan, penurunan harga TBS kelapa sawit terjadi di hampir seluruh wilayah pasca pelarangan ekspor CPO dan produk turunannya pekan lalu.

Di Sumatera Selatan, TBS dijual Rp 500 per kilogram. Di Riau, TBS harganya berkisar Rp 1.000 per kilogram dan Rp 2.900 per kilogram. Jaringan TBS juga memiliki akses ke wilayah sentra perkebunan kelapa sawit lainnya seperti Jambi, Kalimantan, dan Sulawesi.

“Kebijakan larangan ekspor ini tidak efektif menjamin harga minyak goreng masalah minyak goreng sebenarnya adalah masalah distribusi bukan bahan baku,” kata Bima.

Selain dampak negatif terhadap petani kelapa sawit, kinerja makro ekonomi Indonesia juga terancam. Tahun 2021, sumbangan devisa ekspor minyak sawit mencapai USD 35 miliar atau lebih dari Rp 500 triliun dan menjadi komoditas penyumbang devisa ekspor terbesar.

Sumber Artikel: https://www.tribunnews.com/bisnis/2022/05/15/analis-beberkan-dampak-negatif-atas-larangan-ekspor-cpo-dan-minyak-goreng

Tidak ada komentar :

Posting Komentar