Wisata Komodo di Cagar Alam Wae Wuul: Potensi dan Tantangan

Wisata Komodo di Cagar Alam Wae Wuul: Potensi dan Tantangan

Labuan Bajo, yang terletak di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dikenal sebagai salah satu destinasi wisata utama di Indonesia. Salah satu daya tarik utamanya adalah keberadaan komodo di alam liar. Meskipun Taman Nasional Komodo (TNK) menjadi tempat yang paling dikenal untuk melihat hewan purba ini, kini Cagar Alam Wae Wuul juga mulai menarik perhatian wisatawan. Dengan lokasi yang lebih dekat dan pengalaman yang berbeda, Cagar Alam Wae Wuul menawarkan sensasi baru dalam menjelajahi komodo.

Komodo di Cagar Alam Wae Wuul Labuan Bajo

Keunikan Cagar Alam Wae Wuul

Pelepasliaran Komodo di Cagar Alam Wae Wuul

Cagar Alam Wae Wuul berada di sisi selatan Labuan Bajo, tepatnya di Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo. Wilayah ini memiliki luas sekitar 1.400 hektare dengan bentang alam perbukitan gersang. Perjalanan dari pusat Labuan Bajo hanya memakan waktu sekitar 20 menit. Selain menjadi habitat komodo, daerah ini juga menawarkan pemandangan indah yang menggabungkan bukit-bukit dengan laut di sisi baratnya.

Populasi komodo di Cagar Alam Wae Wuul diperkirakan sebanyak 59 ekor, termasuk enam ekor komodo hasil perkembangbiakan di Taman Safari Indonesia yang dilepasliarkan pada 23 September lalu. Pelepasliaran ini dilakukan dalam rangka program "Ora Pulang Kampung" atau "Komodo Pulang Kampung".

Prinsip Wisata Berbasis Satwa Liar

Pengamatan Komodo di Cagar Alam Wae Wuul

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG) KSDAE KLHK, Indra Eploitasia, menyatakan bahwa wisata berbasis satwa liar di Cagar Alam Wae Wuul tidak boleh mengandung unsur eksploitasi. Tujuannya adalah untuk menjaga kesejahteraan satwa liar dan memastikan aspek ekonomi tanpa merusak prinsip ekologi.

Prinsip-prinsip utama dalam menjalankan wisata ini antara lain: - Masyarakat dapat hidup berdampingan dengan komodo. - Satwa liar tetap sejahtera. - Menjamin aspek ekonomi tanpa meninggalkan prinsip ekologi.

Selain itu, wisata ini juga mendorong aktivitas seperti hunting fotografi atau pengamatan komodo dengan kamera, yang dianggap sebagai bentuk wisata potensial.

Kekhawatiran Warga Sekitar

Warga Sekitar Cagar Alam Wae Wuul

Meski pemerintah optimis dengan potensi wisata dan konservasi, warga sekitar Cagar Alam Wae Wuul masih memiliki kekhawatiran. Ahmad Suryadi, Sekretaris Desa Macang Tanggar, menyatakan bahwa pelepasliaran enam ekor komodo ini menjadi "momok baru bagi kami." Ia khawatir kehadiran komodo akan berdampak pada ternak warga dan keselamatan masyarakat yang sering beraktivitas di sekitar kawasan cagar alam.

Warga juga mengkhawatirkan bahwa komodo yang dilepasliarkan bukan berasal dari habitat aslinya. Menurut Suryadi, keenam ekor komodo tersebut berasal dari induk di Pulau Rinca, sehingga ia berharap mereka dilepasliarkan di Pulau Rinca, bukan di Wae Wuul.

Tanggapan BBKSDA NTT

Pemantauan Komodo di Cagar Alam Wae Wuul

Arief Mahmud, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT), menegaskan bahwa enam ekor komodo yang dilepasliarkan berasal dari induk asli Wae Wuul. Berdasarkan hasil pemetaan genetik dan buku silsilah Komodo di Taman Safari Bogor, Rangga dan Rinca, dua induk komodo tersebut memang berasal dari Wae Wuul.

Ia juga menjelaskan bahwa Cagar Alam Wae Wuul sudah dipersiapkan secara matang sebelum pelepasliaran. Populasi komodo di sana diperkirakan sebanyak 21-53 ekor, dengan daya dukung lingkungan yang cukup untuk mendukung keberlangsungan populasi.

Namun, Arief menolak permintaan warga agar dibuatkan pagar pembatas antara kawasan cagar alam dan area non-cagar alam. Menurutnya, tidak semua kawasan konservasi dipagari, dan penangkapan komodo di kawasan ini dilakukan melalui sistem pemantauan GPS.

Catatan dari Antropolog

Cypri Jehan Paju Dale, antropolog yang memantau isu konservasi dan ekowisata di Flores, memberikan catatan penting terkait program penangkaran dan pelepasliaran komodo. Ia menyoroti perlunya kajian mendalam tentang daya dukung riil Cagar Alam Wae Wuul sebelum melakukan pelepasliaran.

Menurut Cypri, ancaman utama bagi kepunahan komodo adalah kerusakan habitat alami akibat aktivitas manusia dan ekspansi pariwisata. Oleh karena itu, ia menyarankan agar fokus utama adalah pemulihan habitat secara komprehensif, bukan hanya penangkaran dan pelepasan ke habitat yang semakin sempit.

Dengan demikian, meski Cagar Alam Wae Wuul menawarkan potensi wisata dan konservasi yang besar, tantangan dan kekhawatiran masyarakat harus terus dijawab dengan langkah-langkah yang transparan dan berkelanjutan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar